Sebuah daerah maritim yang berada di utara Indonesia, yakni Kabupaten Natuna di Provinsi Kepulauan Riau telah dianugerahi dengan potensi yang cukup melimpah. Mulai dari kelautan dan perikanan, hingga potensi pariwisata yang sudah mendapatkan pengakuan dunia.
Hasil tangkapan laut misalnya, merupakan sumber pencaharian masyarakat setempat. Sebabnya dari luas wilayah Potensi hasil laut sangat besar di sana.
Masuk Musim Nelayan Menangkap Duyek
Salah satu hasil laut yang kini tengah banyak dicari oleh nelayan di Kabupaten Natuna yakni gurita (Octopus spp.) Hewan yang hidup hampir di seluruh laut dunia. Mulai dari laut tropis di kutub utara hingga selatan.
Hewan ini sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia terutama yang bermukim di kawasan pesisir pantai. Masyarakat di Natuna sudah banyak memanfaatkan invertebrata ini sebagai makanan. Di luar negeri, seperti Jepang, Spanyol, Italia, Filipina dan di pesisir pantai timur India, penduduknya mengkonsumsi gurita.
Hewan berlengan 8 ini begitu banyak bermunculan di perairan dangkal, sekitaran pulau. Ternyata, Dengan teknik pengolahan yang baik, gurita dapat menjadi makanan laut yang bernilai sangat mahal.
Suara Mapena berkesempatan bertemu dengan salah satu nelayan di Sejuba Desa Sepempang , Kecamatan Bunguran Timur . Ia bernama Madi yang merupakan nelayan Ikan , yang ikut beralih mencari gurita.
Madi mencari gurita sejak ia Remaja. Namun, mulai tahun 2021 ia mulai giat mencari gurita dengan jumlah besar. Baginya, gurita memiliki nilai ekonomis yang tinggi pada musim sekarang. Harganya semakin lama semakin naik sesuai permintaan.
Hampir semua nelayan maupun masyarakat yang mahir, ikut berburu gurita. Disebabkan cuaca yang kurang bersahabat untuk turun ke laut mencari ikan. Biasanya gurita muncul sebelum musim angin utara tiba.
Madi mengatakan masyarakat setempat di Natuna, menyebut gurita dengan istilah ‘Duyek’. Madi tidak tahu jelas kenapa dinamai seperti itu dari orang tua-tua dulu di natuna.
Dalam Sehari ia bisa membawa pulang 25 Kg gurita. Terkadang hanya 3 atau 4 kilo saja. Mulai dari jam 5 subuh hingga 6 petang.
“Harganya tu makin lama makin naik. Dari harga empat puluh ribu, bisa menjadi lima puluh ribu perkilo. Kalau sehari dapat dua puluh lima kilo. Ya, lumayankan,” ujarnya.
Nyaqek duyek sebenarnya sudah dilakukan masyarakat Natuna dari dulu. Hanya saja, baru tahun 2018 ada pengepul yang mau membeli hasil tangkapan nelayan
Sebelumnya masyarakat hanya menangkap untuk dikonsumsi sendiri dengan cara dikeringkan ataupun diasap. Kini ada juga yang menjadikan gurita asap sebagai oleh-oleh, yang harganya berkisar Rp. 100ribu sampai Rp. 200ribu, tergantung ukuran dan beratnya.
“Dulu tu cuma disalai aja untuk makan di rumah. Ambil pun tak banyak. Karenakan tak semua orang suka. Beda dengan sekarang. Ambil banyak untuk dijual. Itu nanti gurita tu katanya di kirim ke Kalimantan baru ke negara Korea dan Jepang.” Jelas Madi.
Madi biasanya menangkap gurita pada saat air laut surut rendah. Dengan menggunakan perahu kecil yang biasanya disebut jongkong.
Dulu Madi hanya menggunakan tombak. Mengais di rataan terumbu yang nyaris tanpa air. Namun, kini ia lebih berinovasi yakni menggunakan umpan yang terbuat dari timah.
Cara Membuat Umpan Gurita
Bentuk umpan gurita cukup unik. Hampir mirip seperti lobster. Harganya juga sangat fantastis. Mulai dari harga Rp. 150ribu hingga Rp. 300ribu. Ada yang terbuat dari kayu yang dicampur dengan timah. Ada juga yang terbuat dari cangkang Cypraea Annulus.
Umpan tersebut Madi buat sendiri. Bahkan ia juga mengambil upah jika ada yang butuh bantuannya. Harganya tergantung dari besar kecilnya umpan tersebut dan pernak-pernik yang dipakai. Semakin besar Kayu, maka semakin banyak timah yang dipakai sebagai pemberat.
Untuk semakin mempercantik warna dan menarik perhatian gurita. Lem yang sudah mengering, dicat menggunakan warna terang seperti warna kuning, merah, putih, biru dan hijau.
“Pada ujung-ujung kumis dan kaki digantungkan ujung sendok. Itu buat semacam kilauan saat dalam air. Jadi, gurita tu datang ke umpan.” jelas Madi
Untuk satu umpan bisa mengeluarkan modal kurang lebih Rp. 60ribu hingga Rp. 100ribu. Jika pergi menangkap gurita, setidaknya harus membawa lebih dari satu umpan.
“Kadang umpan tu lepas. Kalau tak bawa yang lain. Ya, tak bisa lagi lah nak tangkap. Atau pun bawak tombak. Tangkap pakai tombak. Kalau orang tak kuat modal. Memang tak bisa nak beli umpan tu. Mahal jugakan.” terang Madi
Komentar0